Siapa yang disebut Sebagai Muslim?
Wednesday, June 8, 2011
Seseorang dikatakan Muslimjika seluruh wujudnya beserta seluruh kemampuannya, baik jasmani maupun ruhani, diabdikan seluruhnya kepada Allah yang Maha Agung dan amanah yang ditugaskan oleh yang Maha Agung dilaksanakan olehnya demi atas nama yang Maha Memberi. Ia harus memperlihatkan ke-Muslimannya tidak saja secara aqidah tetapi juga dalam amal perbuatan. Dengan kata lain, seorang yang mengaku sebagai Muslim harus membuktikan bahwa tangan dan kaki, hati dan pikiran, penalaran dan pemahaman, kemarahan dan kasih, kelembutan dan pengetahuan, semua kemampuan jasmani dan ruhani, kehormatan dan harta bendanya, kesenangan dan kesukaan serta apa pun yang berkaitan dengan dirinya dari puncak kepala sampai ke alas kakinya, berikut dengan segala motivasi dirinya, segala ketakutan, segala nafsu, telah dibaktikan kepada Allah yang Maha Perkasa sebagaimana anggota tubuhnya sendiri berbakti kepada dirinya.
Harus dibuktikan bahwa ketulusannya telah mencapai suatu tingkatan dimana apa pun yang menjadi miliknya bukan lagi haknya tetapi menjadi milik Allah yang Maha Agung, dan bahwa semua anggota tubuh serta kemampuan dirinya telah demikian diabdikan kepada pelayanan Allah swt. seolah-olah semuanya itu menjadi anggota tubuh Ilahi.
Jika kita renungkan Alquran Surah Al-BAqarah:112 menunjukkan secara jelas bahwa mengabdikan hidup seseorang kepada pengkhidmatan Allah swt., yang merupakan inti pokok daripada agama Islam, mengandung dua aspek:
Pertama, bahwa Allah yang Maha Kuasa harus menjadi tumpuan kepercayaan dan sasaran yang haqiqi serta yang terkasih, dan bahwa tidak ada satu pun yang disekutukan dalam penyembahan Wujud-Nya, kecintaan kepada-Nya serta harapan kepada-Nya. Semua firman, batasan, larangan serta ketentuan-Nya harus diterima dengan kerendahan hati. Semua kebenaran dan pemahaman yang menjadi sarana untuk menghargai kekuasaan-Nya yang Maha Besar serta untuk meneliti keagungan luas kerajaan dan kekuasaan-Nya yang menjadi petunjuk untuk mengenali karunia dan rahmat-Nya, juga harus ditegakkan.
Aspek kedua dari pengabdian diri kepada pengkhidmatan Allah yang Maha Kuasa adalah dengan mengabdikan dirinya kepada mengkhidmati makhluk ciptaan-Nya, mengasihi mereka, berbagi beban dan kesedihan mereka. Selayaknya ia bersusah payah untuk memberikan kesenangan kepada mereka dan mengalami kesedihan untuk bisa memberikan penghiburan.
Dari sini terlihat bahwa yang namanya realitas Islam itu adalah sesuatu yang amat luhur dimana tidak ada seorang pun bisa benar-benar mengaku Muslim sampai ia itu menyerahkan seluruh wujud dirinya kepada Allah swt. berikut dengan segala kemampuan, nafsu, keinginan dan sampai ia mulai menapaki jalan itu sambil menarik diri sepenuhnya dari ego dan sifat-sifat ikutannya. Seseorang disebut Muslim sejati hanya jika kehidupannya yang semula tidak mengindahkan apa pun, telah mengalami revolusi total dan kecenderungan kepada dosa berikut semua nafsu ikutannya, telah dihapus sama sekali, dimana ia memperoleh kehidupan baru yang dicirikan oleh tindakannya yang hanya melaksanakan perintah Allah, dan terdiri semata-mata dari kepatuhan kepada sang Maha Pencipta serta kasih kepada makhluk ciptaan-Nya.
Kepatuhan kepada sang Maha Pencipta mengandung arti bahwa untuk memanifestasikan kehormatan-Nya, Keagungan dan Ke-Esaan-Nya, seseorang harus siap menghadapi segala bentuk perendahan dan penghinaan, dan ia harus siap mati beribu kali agar bisa menegakkan Ketauhidan Tuhan. Tangan yang satu harus siap memotong tangan yang lain dengan senang hati semata-mata demi ketaatan kepada-Nya dan kecintaan kepada keagungan Firman-Nya serta haus mencahari keridhoan-Nya dimana hal itu menjadikan dosa sebagai suatu yang sangat dibenci seperti api yang menghanguskan atau racun yang mematikan atau petir yang menghancurkan, sehingga seseorang harus melarikan diri menjauhi dengan sekuat tenaganya. Demi memperoleh keridhoan-Nya, kita harus membawahkan semua nafsu ego kita. Untuk menciptakan hubungan dengan Wujud-Nya, kita harus siap memasuki semua bentuk mara bahaya dan untuk membuktikan hubungan demikian, selayaknya kita memutuskan hubungan dengan yang lainnya.
Berkhidmat kepada sesama makhluk mengandung arti bahwa kita harus berupaya demi kemaslahatan mereka dalam segala kebutuhan mereka semata-mata karena Allah dimana hubungan saling ketergantungan satu sama lain semata-mata didasarkan pada simpati tanpa pamrih. Siapa pun yang membutuhkan pertolongan harus dibantu dengan segala kemampuan pemberian Tuhan yang dimilikinya dan harus berupaya untuk perbaikannya baik di dunia mau pun di akhirat. (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 59-62, London, 1984).
0 comments:
Post a Comment