Kisah Si Perias Jenazah
Thursday, April 7, 2011
Setiap orang memiliki cara berbeda dalam menjalani roda kehidupan. Beragam profesi pun harus digeluti untuk mendapatkan sesuap nasi.
Menjalani profesi sebagai penata rias memang banyak dilakukan. Baik penata rias pengantin atau pun sekadar penata rias di salon. Namun, apa rasanya jika Anda harus berprofesi menjadi penata rias jenazah? Hmm, jawabannya sudah tertebak, pastilah menakutkan.
Kamis 31 Maret 2011 sekira pukul 14.30 WIB, Rumah Duka Dharmais di Jalan S Parman Kav.84/86 Jakarta Barat, tampak dipenuhi orang. Nampaknya sedang prosesi penyemayaman jenazah.
Tak lama berselang, muncul seorang lelaki berbaju hijau stabilo sambil menenteng sebuah tas kotak berwarna hitam. Dengan langkah terburu-buru, dia masuk ke dalam kamar jenazah yang sudah dipenuh karangan bunga duka cita.
Dialah Munawwar Ghazali (39). Sepuluh tahun sudah dia menjadi perias jenazah agar tampak cantik saat disemayamkan. Sederet kisah aneh dirasakannya saat menjalankan tugas. “Saya lagi tugas nih. Ada jenazah yang mau dirawat dan dirias, nanti kita ngobrolnya ya,” kata Munawwar mengawali perbincangan dengan okezone.
Sebelum dirias, klien Munawwar itu dibersihkan terlebih dahulu. Kotoran-kotoran yang masih menempel di kulit nampak dibasuh dengan lap dan kapas. Bagian tubuh yang berlubang, seperti hidung dan telinga, ditutup menggunakan kapas. “Lamanya perawatan dan periasan tergantung kondisi jenazah Mas,” jelasnya.
Dia menceritakan, untuk jenazah yang meninggal bukan karena kecelakaan, tidak membutuhkan waktu lama untu didandani. Namun jika jenazah adalah korban kecelakaan dan kondisinya sudah mengenaskan, setidaknya Munawwar membutuhkan satu hingga dua jam untuk mendandani jenazah tersebut.
“Kalau kondisi jenazah sudah mengenaskan, saya harus vermak dahulu agar terlihat utuh,” celontehnya tanpa rasa takut. Lantas, apakah Munawwar pernah menilat “penampakan”?
Simak selengkapnya di situs ini…
Pernah Sambungkan Kepala yang Putus dengan Badan
Beragam kisah pernah dilakukan Munawwar selama menjadi penata rias. Salah satunya, dia pernah menyambungkan kepala jenazah yang pecah menjadi empat keping akibat kecelakaan.
Perasaan ngeri dan jijik bercampur menjadi satu di benak Munawwar. Namun, dia berusaha meredam semua itu demi tuntutan profesi dan sesuap nasi. Munawwar pun dengan ikhlas menyambungkan kepala jenazah tersebut.
“Rasa takut jelas ada. Itu alamiah. Tapi saya berusaha memendamnya dalam-dalam,” tutur karyawan Rumah Sakit Dharmais yang sudah 10 tahun menjadi perias jenazah ini saat berbagi kisah kepada okezone, Kamis (31/3/2011).
Perlahan-lahan dia menyatukan keempat bagian kepala itu dengan menggunakan plester. Meski tetap terlihat retak, paling tidak bentuk kepala jenazah tersebut kembali menyatu. “Wah, perasaan saya waktu itu sudah tak karuan. Tapi, gimana lagi. Harus kuat karena ini pekerjaan,” tambahnya.
Yang lebih mengerikan, dia pernah menangani korban kecelakaan dengan kondisi kepala terputus dari badan. Agar terlihat utuh dan menyatu, pria berusia 39 tahun ini terpaksa menyiasati dengan memasangkan syal di leher jenazah.
“Setelah baju dikenakan, syal dililitkan di leher sehingga tidak terlihat kalau kepala dan tubuh jenazah itu terpisah,” tukasnya polos.
Profesi yang dilakoni Munawwar ini berawal dari ketidaksengajaan. Kala itu, dia dimintai bantuan salah seorang teman untuk merawat dan merias jenazah. “Pertamanya sih saya berniat menolong saja. Saya dimintai bantuan karena dulu saya bekerja sebagai perias pengantin,” jelasnya.
Sejak itu dia jadi keterusan. Setiap kali ada umat gereja yang meninggal, dia sering diajak merawat dan merias jenazah. Munawwar tak kesulitan menekuni profesi barunya itu karena sebelumnya dia pernah kursus merias pengantin.
“Dalam sehari, rata-rata saya menangani tiga jenazah,” pungkas pria asli Garut, Jawa Barat ini.
Sering Lihat ‘Penampakan’ & Pernah Lihat Mayat Bicara
Bukan perias jenazah namanya kalau tak pernah melihat hal-hal berbau mistis. Pengalaman ini pula pernah dirasakan Munawwar selama 10 tahun menjadi perias jenazah.
Saat berbagi cerita kepada okezone, Munawwar nampak menganggukan kepala ketika ditanya pernahkah dirinya melihat ‘penampakan’? Menurut dia, hal itu sudah biasa terjadi, terutama ketika harus merias jenazah pada malam hari.
“Pernah saya ditepuk dari belakang, pakaian ditarik-tarik, atau telinga serasa ditiup,” ungkap Munawwar. “Kalau sudah begitu, biasanya saya langsung minta tidak diganggu karena sedang bekerja. Saya kan tidak mengganggu, makanya jangan ganggu saya juga,” ucap Munawwar menjelaskan resep mengusir ‘penampakan’.
Bukan hanya itu. Dia juga pernah melihat dan mendengar mayat yang sedang diriasnya berbicara. Itu terjadi ketika dia sedang menunaikan salat di rumah usai merawat jenazah.
“Si Mama (jenazah itu) minta maaf karena anak-anaknya telah membuat saya marah. Saat itu, saya benar-benar kaget. Waktu balik badan, sudah tidak ada,” tukasnya.
Lain halnya dengan Agus. Perias mayat asal Slipi, Jakarta Barat, itu sering bermimpi didatangi kliennya yang baru didandani. Meski takut, dia berusaha tidak panik. “Wah, kalau sudah begitu, saya langsung Istighfar saja,” ucapnya.
Selain harus kuat iman, para perias jenazah wajib mengetahui tradisi setiap komunitas. Sebab, hal tersebut menentukan jenis riasan dan pakaian yang dikenakan jenazah.
Warga Tionghoa dan penganut Khonghucu, misalnya, jenazah biasanya diberi baju berlapis sebanyak hitungan ganjil. Minimal tujuh hingga 11 lapis. Mulai kaus dan celana dalam, blus hingga jas atau baju adat.
Begitu juga pola make up. Untuk jenazah wanita yang berusia di atas 50 tahun, make up tidak boleh mencolok. Tata rias dipilih yang sederhana dengan warna natural.
“Jika usianya lebih dari 80 tahun dan sudah punya cicit, harus mengenakan baju merah. Itu sudah patokan dan kebiasaan,” tambah Munawwar.
Saat ditanya soal bayaran setiap kali merias, Munawwar dan Agus menolak buka mulut. “Tujuan utama kami kan beramal untuk memudahkan arwah si jenazah menuju ke Atas sana,” pungkas Munawwar.
Beranikah anda menjadi perias jenazah?
1 comments:
teringat filem my girl...
Post a Comment