CIRI-CIRI PUTRA BANI TAMIM
Thursday, April 7, 2011
Di antara sifat dan watak Putra Bani Tamim itu seperti yang dinyatakan oleh beberapa buah hadist, cerita para sahabat, para tabiin, para tabiit tabiin, para ulama adalah seperti berikut.
A. Sifat-sifat Pribadinya
1. Namanya ialah Syuaib bin Saleh
Sabda Nabi SAW,
“Pembawa bendera al-Mahdi adalah seorang laki-laki daripada suku Tamim yang datang dari Timur.”
Ammar bin Yasir RA berkata,
“Pembawa Panji-panji Al-Mahdi adalah Syuaib bin Saleh.”
Yaitu bukan nama sebenarnya tetapi merujuk kepada Bani bangsanya (Bani kecil dari suatu bangsa), merupakan seorang yang baik dan keluarganya juga adalah orang-orang yang berakhlak baik. Persoalannya, kenapa nama Putra Bani Tamim itu bukannya Syuaib bin Saleh seperti yang dinyatakan oleh hadis Nabi SAW? Bukankah Syuaib bin Saleh itu adalah nama sebenarnya Putra Bani Tamim itu? Atau apakah hadist Nabi SAW itu palsu atau jika benar kenapa namanya tidak benar-benar Syuaib bin Saleh?
Sesungguhnya hadis itu adalah benar, bukan hadis palsu. Mustahil Nabi SAW berdusta, karena setiap hadis dari Nabi SAW adalah datang dari Allah. Bagaimana Nabi SAW dapat berdusta? Nabi SAW adalah sodiqul masduq (seorang yang benar lagi dibenarkan).
Dari segi bahasa Arab, kalimah Syu'bun berarti Bani bangsa atau puak dari suatu bangsa. Sedangkan kalimah Syu'aibun berarti suatu Bani kecil dari sebuah kabilah. Lagipula, Nabi SAW tidak pernah menyatakan bahwa Putra Bani Tamim itu benar-benar bernama Syuaib bin Saleh.
Kalimah Bin itu pula berasal dari Ibnun, artinya anak lelaki. Atau lebih tepat lagi, seorang lelaki. Maknanya pribadi Syuaib itu adalah:
· seorang lelaki (benar-benar seorang lelaki, bukan perempuan).
· Yang memiliki sifat-sifat seorang lelaki (berjanggut, bermisai, berjambang dan berserban).
· Seorang yang berwatak lelaki (berani, gigih, sabar, pejuang, berpikiran luas, senantiasa berhubungan dengan masyarakat dan jauh langkahnya).
· Merupakan lelaki Allah (Rijalullah) yakni beliau adalah seorang yang bertaraf wali, ulama sejati, ulama mujahid dan mujtahid.
Jika diperhatikan benar-benar, penggunaan kalimah Bin itu merupakan suatu sebutan yang agak janggal dalam bahasa Arab. Agak jarang orang Arab disebut dengan Bin, yakni disambung namanya dengan sebutan Bin. Cuma orang Islam di Nusantara saja yang lazim berbuat demikian.
Kalimah Saleh pula bermaksud orang yang baik. Baik di sini bermaksud seperti berikut:
· Baik namanya, yaitu bukan nama yang bercampur-campur dengan istilah dari bahasa Sansekerta, nama setempat atau dari bangsa yang bukan Islam.
· Baik kepribadiannya yaitu dikenal sebagai seorang yang tetap teguh dengan pendiriannya.
· Baik akidahnya yaitu seorang yang benar-benar mengikuti akidah Islam yang sejati.
· Baik keturunannya yaitu keturunannya diketahui dari yang baik-baik, tidak tercemar dengan akhlak-akhlak yang rendah.
· Baik agamanya, yaitu beliau dan keturunan sebelah atasnya adalah dari kalangan ahli-ahli agama atau orang yang cinta agama.
· Beliau memang seorang yang saleh. Saleh di sini ialah baik dan banyak amalan agamanya. Amalan agama itu sudah melekat dengan dirinya sejak dari kecil.
· Baik pemikirannya yaitu seorang yang mempunyai ide yang baik untuk mengubah masyarakatnya untuk menghayati ajaran Islam sejati ketika mereka sedang hanyut bergelumang dengan arus jahiliyah.
· Baik akhlaknya. Merupakan seorang yang terpuji akhlaknya di kalangan hamba Allah pada masa itu.
Jika hadis-hadis berkenaan benar, kenapa namanya disebutkan sebagai Syuaib bin Saleh? Kenapa tidak disebutkan nama sebenarnya? Jawabannya:
· Untuk mengelirukan musuh-musuh Islam. Dengan ini, beliau selamat dari diburu, dibunuh, dihalangi atau di'apa-apa'kan oleh musuh-musuh Islam yang memang mencoba menghalangi kebangkitan Islam kedua ini dengan segala daya upaya mereka.
· Supaya umat Islam berusaha mencari identitas sebenarnya Syuaib bin Saleh itu. Di sini, umat Islam yang percaya dengan hadis-hadis berkenaan akan berusaha mencari siapakah pribadi yang dikatakan sebagai Putra Bani Tamim itu. Setelah bertemu, mereka akan membaiatnya sebagai ketua mereka. Orang yang berusaha, akan diberikan pahala.
· Untuk menguji keimanan umat Islam terhadap hadis-hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan Putra Bani Tamim itu. Ada yang percaya dan ada yang tidak mudah percaya, apalagi saat itu memang orang banyak sudah tidak percaya lagi dengan hadis-hadis mengenai Putra Bani Tamim.
· Supaya yang empunya diri itu tidak mengetahui (pada peringkat awalnya) siapa sebenarnya Putra Bani Tamim itu sendiri. Beliau tidak menyadari bahwa beliaulah orang yang dimaksudkan oleh hadis-hadis berkenaan sebagai Syuaib bin Saleh. Beliau hanya menyadari tentang pribadi dirinya setelah jauh dan lama berjuang.
· Untuk menipu pihak musuh Islam. Karena tidak ada uraian lebih lanjut dari para ulama terhadap kepribadian Putra Bani Tamim ini, pihak musuh menyangka bahwa namanya menang benar-benar Syuaib bin Saleh seperti yang tersebut di dalam hadis. Karena itu, mereka sedaya upaya mencari nama berkenaan, bukan pribadi berkenaan.
Berdasarkan uraian yang diberi, jelaslah sebab-sebab sebenarnya Nabi SAW tidak menyebutkan nama sebenarnya Putra Bani Tamim itu. Diharapkan dengan penjelasan ini, umat Islam tidak akan mempersoalkan lagi mengenai nama sebenarnya Syuaib bin Saleh itu.
2. Dia berketurunan Bani Tamim atau Bani Tamim
Yaitu suatu Bani Arab Quraisy, dari keturunan Sayidina Ali, yang hari ini kebanyakan tinggal di Palestina dan Jordania. Tetapi dia lahir bukan di kedua tempat itu. Bani Tamim itu bukanlah merupakan suatu golongan atau kaum yang besar. Golongan ini hanyalah satu Bani yang kecil dan tidak ramai.
Perlu disebutkan di sini, Bani Tamim yang ini adalah sebagian dari Ahlul Bait karena Sayidina Ali adalah salah seorang anggota Ahlul Bait. Ahlul Bait adalah keluarga Rasulullah SAW. Para ulama berbeda pendapat mengenai takrif Ahlul Bait itu sendiri.
Bani Tamim itu tidak lagi mendiami Hijaz karena telah dihalau keluar oleh pemerintahan Bani Saud yang kini memerintah di Arab Saudi. Banyak pula yang dibunuh. Tidak kurang yang disiksa dan dihalau keluar dari tanah tumpah darah mereka, yaitu Hijaz. Banyak pula yang terpaksa lari menyelamatkan diri karena diburu oleh agen-agen kerajaan Saudi. Ada yang lari ke selatan India dan banyak pula yang menetap di Nusantara, tapak awal berdirinya daulah kedua nanti.
Ada ulama yang menyatakan:
· Semua keturunan Abdul Muttalib adalah Ahlul Bait.
· Semua keturunan Nabi Muhammad SAW adalah Ahlul Bait, termasuk isteri-isteri Nabi SAW dan menantu-menantunya.
· Semua keturunan Abdul Muttalib yang Islam adalah Ahlul Bait.
· Semua keturunan Sayidina Ali dengan Fatimah al-Batul adalah Ahlul Bait. Pendapat ini terutama disokong oleh mazhab Syiah.
· Semua keturunan Abdu Manaf adalah Ahlul Bait.
Di kalangan bangsa Arab, memang ada satu kabilah yang bernama Tamim. Kabilah Tamim ini memang suatu kabilah dari bangsa Quraisy yang mendiami kawasan sekitar kota Makkah. Sahabat yang berasal dari kabilah Tamim di antaranya ialah sahabat setia baginda SAW, Sayidina Abu Bakar as-Siddiq. Namun, kabilah Tamim ini bukanlah Bani Tamim, malah antara kedua-duanya memang tidak ada hubung kait.
Yang pertama disebut kabilah Tamim dan yang satu lagi Bani Tamim atau Bani Tamim. Kedua-duanya berbeda. Kabilah Tamim bertebaran di hampir seluruh Tanah Arab.
Perbedaan pandangan ini tidak menjadi persoalan yang terlalu besar atau sangat dipentingkan. Yang penting di sini ialah Putra Bani Tamim itu memang berasal dari keturunan Ahlul Bait juga atau diakui oleh Rasulullah SAW sebagai ahlul bait.
3. Dia memakai serban biru.
Ketika itu, hanya dia yang memakai serban berwarna biru di dunia ini. Mungkin serban biru itu tidak selalu dipakainya, cuma sekali-sekali saja. Namun begitu, ini sudah cukup menjadi bukti bahwa hanya beliau yang sanggup memakai serban biru. Ulama lain ketika itu, terutama ulama fiqh, sudah tidak sanggup lagi meletakkan serban di atas kepala sebagai pakaian harian, apalagi untuk memakai serban yang berwarna biru atau hijau.
Pernyataan ini bukan datang dari hadis Nabi SAW atau dari tabiin, tetapi datang dari ramalan Nostradamus, seorang peramal bangsa Perancis yang terkenal itu. Oleh itu, ramalan beliau ini boleh dijadikan sebagai sumber tambahan saja, bukan untuk dipercayai, apalagi untuk diyakini, walaupun mungkin benar.
Pernyataan dari Nostradamus tentang pemakaian serban berwarna biru ketika zahirnya Putra Bani Tamim ini berkaitan dengan mendapat kekuasaan di dunia sebelah Timur. Maknanya, serban warna biru itu dipakainya ketika beliau mula-mula mendapat kuasa di negeri sebelah timur dan mula-mula mendapat baiah dari sekalian manusia. Mungkin begitulah yang dimaksudkan serban biru oleh Nostradamus.
4. Dia senantiasa memakai celak mata.
Celak adalah amalan sunat. Setiap orang Islam baik lelaki atau perempuan disunatkan memakai celak mata. Ada hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa bercelak itu sunat hukumnya.
Para sahabat dahulu suka bercelak, karena mengikut amalan Nabi SAW. Para ulama dahulu (salaf dan khalaf) yang salihin adalah golongan yang suka memakai celak. Mereka memandang perbuatan memakai celak itu sebagai suatu sunnah yang penting dan besar, terutama dalam mendekatkan diri kepada Khaliq.
Para ulama dan cerdik pandai hari ini sudah tidak mau memakai celak walaupun tahu hukum memakai celak adalah sunat. Terdapat hadis dhaif yang menyebutkan bahwa para malaikat juga bercelak. Wallahu 'alam.
Terdapat juga hadis (walaupun kebanyakannya adalah hadis dhaif) yang menyatakan kelebihan bercelak. Di antaranya ialah dapat mencerahkan pandangan mata, mengelakkan terkena penyakit mata, menambah seri muka dan banyak lagi.
Para wali Allah memang diketahui umum oleh umat pada zaman dahulu sebagai golongan yang istiqamah memakai celak.
Beliau memakai celak ketika para ulama lain sudah tidak mau lagi memakai celak, ketika umat Islam sudah tidak tahu hukum memakai celak, ketika umat Islam sudah tidak tahu lagi cara untuk mengenakan celak ke mata mereka dan ketika para pemimpin menganggap celak sebagai suatu yang rendah dan memalukan jika dipakai. Ada juga pemimpin dan ulama hari ini yang menyatakan celak sebenarnya bukan dari amalan Islam.
Itulah perbedaan antara beliau dengan para ulama dan umat sezaman.
5. Dia senantiasa memakai tongkat.
Yaitu sunnah Rasulullah SAW, para Khulafaur Rasyidin, para wali dan ulama muktabar zaman dahulu. Walaupun badannya masih segar dan dapat berjalan tanpa menggunakan tongkat, beliau memakainya sebagai suatu sunnah Nabi SAW yang perlu dijaga. Ketika itu, para ulama dan orang alim sudah tidak mau menggunakan tongkat sebagai alat untuk membantunya berjalan. Para pemimpin di seluruh dunia juga sudah tidak ada yang memakai tongkat.
Pada hari ini, perbuatan memakai tongkat sudah ditinggalkan. Malah orang yang lebih tua juga tidak mau memakai tongkat. Pada anggapan orang banyak, memakai tongkat adalah suatu kekurangan dan penghinaan, di samping tongkat merupakan sesuatu yang melemahkan jiwa dan pikiran.
Jika dilihat pada hukum Islam, memakai tongkat adalah disunatkan kepada orang yang berumur 40 tahun ke atas. Orang yang berusia 40 tahun atau lebih, jika tidak memakai tongkat akan dikatakan sebagai orang yang sombong kepada Allah. Demikian maksud sebuah hadis qudsi.
Sebab itu, pada zaman Nabi SAW, sahabat dan setelah itu, mereka memakai tongkat sebagai suatu sunnah yang tidak dipersoalkan. Setiap orang yang mencapai usia 40 tahun, perkara pertama yang dilakukannya ialah memakai tongkat.
Perlu pula diketahui, para wali Allah itu senantiasa memakai tongkat ke mana pun mereka pergi. Tongkat itu kegunaannya bagi mereka, hanyalah sebagai suatu simbolik saja dan tidak mempunyai banyak keistimewaan lain. Mereka memakainya sebagai suatu sunnah yang perlu diikuti dengan hati yang ikhlas.
Orang yang mengamalkan sunnah Nabi SAW walaupun kecil, akan diberi pahala oleh Allah. Apalagi jika dibuat dengan hati yang ikhla
A. Sifat-sifat Pribadinya
1. Namanya ialah Syuaib bin Saleh
Sabda Nabi SAW,
“Pembawa bendera al-Mahdi adalah seorang laki-laki daripada suku Tamim yang datang dari Timur.”
Ammar bin Yasir RA berkata,
“Pembawa Panji-panji Al-Mahdi adalah Syuaib bin Saleh.”
Yaitu bukan nama sebenarnya tetapi merujuk kepada Bani bangsanya (Bani kecil dari suatu bangsa), merupakan seorang yang baik dan keluarganya juga adalah orang-orang yang berakhlak baik. Persoalannya, kenapa nama Putra Bani Tamim itu bukannya Syuaib bin Saleh seperti yang dinyatakan oleh hadis Nabi SAW? Bukankah Syuaib bin Saleh itu adalah nama sebenarnya Putra Bani Tamim itu? Atau apakah hadist Nabi SAW itu palsu atau jika benar kenapa namanya tidak benar-benar Syuaib bin Saleh?
Sesungguhnya hadis itu adalah benar, bukan hadis palsu. Mustahil Nabi SAW berdusta, karena setiap hadis dari Nabi SAW adalah datang dari Allah. Bagaimana Nabi SAW dapat berdusta? Nabi SAW adalah sodiqul masduq (seorang yang benar lagi dibenarkan).
Dari segi bahasa Arab, kalimah Syu'bun berarti Bani bangsa atau puak dari suatu bangsa. Sedangkan kalimah Syu'aibun berarti suatu Bani kecil dari sebuah kabilah. Lagipula, Nabi SAW tidak pernah menyatakan bahwa Putra Bani Tamim itu benar-benar bernama Syuaib bin Saleh.
Kalimah Bin itu pula berasal dari Ibnun, artinya anak lelaki. Atau lebih tepat lagi, seorang lelaki. Maknanya pribadi Syuaib itu adalah:
· seorang lelaki (benar-benar seorang lelaki, bukan perempuan).
· Yang memiliki sifat-sifat seorang lelaki (berjanggut, bermisai, berjambang dan berserban).
· Seorang yang berwatak lelaki (berani, gigih, sabar, pejuang, berpikiran luas, senantiasa berhubungan dengan masyarakat dan jauh langkahnya).
· Merupakan lelaki Allah (Rijalullah) yakni beliau adalah seorang yang bertaraf wali, ulama sejati, ulama mujahid dan mujtahid.
Jika diperhatikan benar-benar, penggunaan kalimah Bin itu merupakan suatu sebutan yang agak janggal dalam bahasa Arab. Agak jarang orang Arab disebut dengan Bin, yakni disambung namanya dengan sebutan Bin. Cuma orang Islam di Nusantara saja yang lazim berbuat demikian.
Kalimah Saleh pula bermaksud orang yang baik. Baik di sini bermaksud seperti berikut:
· Baik namanya, yaitu bukan nama yang bercampur-campur dengan istilah dari bahasa Sansekerta, nama setempat atau dari bangsa yang bukan Islam.
· Baik kepribadiannya yaitu dikenal sebagai seorang yang tetap teguh dengan pendiriannya.
· Baik akidahnya yaitu seorang yang benar-benar mengikuti akidah Islam yang sejati.
· Baik keturunannya yaitu keturunannya diketahui dari yang baik-baik, tidak tercemar dengan akhlak-akhlak yang rendah.
· Baik agamanya, yaitu beliau dan keturunan sebelah atasnya adalah dari kalangan ahli-ahli agama atau orang yang cinta agama.
· Beliau memang seorang yang saleh. Saleh di sini ialah baik dan banyak amalan agamanya. Amalan agama itu sudah melekat dengan dirinya sejak dari kecil.
· Baik pemikirannya yaitu seorang yang mempunyai ide yang baik untuk mengubah masyarakatnya untuk menghayati ajaran Islam sejati ketika mereka sedang hanyut bergelumang dengan arus jahiliyah.
· Baik akhlaknya. Merupakan seorang yang terpuji akhlaknya di kalangan hamba Allah pada masa itu.
Jika hadis-hadis berkenaan benar, kenapa namanya disebutkan sebagai Syuaib bin Saleh? Kenapa tidak disebutkan nama sebenarnya? Jawabannya:
· Untuk mengelirukan musuh-musuh Islam. Dengan ini, beliau selamat dari diburu, dibunuh, dihalangi atau di'apa-apa'kan oleh musuh-musuh Islam yang memang mencoba menghalangi kebangkitan Islam kedua ini dengan segala daya upaya mereka.
· Supaya umat Islam berusaha mencari identitas sebenarnya Syuaib bin Saleh itu. Di sini, umat Islam yang percaya dengan hadis-hadis berkenaan akan berusaha mencari siapakah pribadi yang dikatakan sebagai Putra Bani Tamim itu. Setelah bertemu, mereka akan membaiatnya sebagai ketua mereka. Orang yang berusaha, akan diberikan pahala.
· Untuk menguji keimanan umat Islam terhadap hadis-hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan Putra Bani Tamim itu. Ada yang percaya dan ada yang tidak mudah percaya, apalagi saat itu memang orang banyak sudah tidak percaya lagi dengan hadis-hadis mengenai Putra Bani Tamim.
· Supaya yang empunya diri itu tidak mengetahui (pada peringkat awalnya) siapa sebenarnya Putra Bani Tamim itu sendiri. Beliau tidak menyadari bahwa beliaulah orang yang dimaksudkan oleh hadis-hadis berkenaan sebagai Syuaib bin Saleh. Beliau hanya menyadari tentang pribadi dirinya setelah jauh dan lama berjuang.
· Untuk menipu pihak musuh Islam. Karena tidak ada uraian lebih lanjut dari para ulama terhadap kepribadian Putra Bani Tamim ini, pihak musuh menyangka bahwa namanya menang benar-benar Syuaib bin Saleh seperti yang tersebut di dalam hadis. Karena itu, mereka sedaya upaya mencari nama berkenaan, bukan pribadi berkenaan.
Berdasarkan uraian yang diberi, jelaslah sebab-sebab sebenarnya Nabi SAW tidak menyebutkan nama sebenarnya Putra Bani Tamim itu. Diharapkan dengan penjelasan ini, umat Islam tidak akan mempersoalkan lagi mengenai nama sebenarnya Syuaib bin Saleh itu.
2. Dia berketurunan Bani Tamim atau Bani Tamim
Yaitu suatu Bani Arab Quraisy, dari keturunan Sayidina Ali, yang hari ini kebanyakan tinggal di Palestina dan Jordania. Tetapi dia lahir bukan di kedua tempat itu. Bani Tamim itu bukanlah merupakan suatu golongan atau kaum yang besar. Golongan ini hanyalah satu Bani yang kecil dan tidak ramai.
Perlu disebutkan di sini, Bani Tamim yang ini adalah sebagian dari Ahlul Bait karena Sayidina Ali adalah salah seorang anggota Ahlul Bait. Ahlul Bait adalah keluarga Rasulullah SAW. Para ulama berbeda pendapat mengenai takrif Ahlul Bait itu sendiri.
Bani Tamim itu tidak lagi mendiami Hijaz karena telah dihalau keluar oleh pemerintahan Bani Saud yang kini memerintah di Arab Saudi. Banyak pula yang dibunuh. Tidak kurang yang disiksa dan dihalau keluar dari tanah tumpah darah mereka, yaitu Hijaz. Banyak pula yang terpaksa lari menyelamatkan diri karena diburu oleh agen-agen kerajaan Saudi. Ada yang lari ke selatan India dan banyak pula yang menetap di Nusantara, tapak awal berdirinya daulah kedua nanti.
Ada ulama yang menyatakan:
· Semua keturunan Abdul Muttalib adalah Ahlul Bait.
· Semua keturunan Nabi Muhammad SAW adalah Ahlul Bait, termasuk isteri-isteri Nabi SAW dan menantu-menantunya.
· Semua keturunan Abdul Muttalib yang Islam adalah Ahlul Bait.
· Semua keturunan Sayidina Ali dengan Fatimah al-Batul adalah Ahlul Bait. Pendapat ini terutama disokong oleh mazhab Syiah.
· Semua keturunan Abdu Manaf adalah Ahlul Bait.
Di kalangan bangsa Arab, memang ada satu kabilah yang bernama Tamim. Kabilah Tamim ini memang suatu kabilah dari bangsa Quraisy yang mendiami kawasan sekitar kota Makkah. Sahabat yang berasal dari kabilah Tamim di antaranya ialah sahabat setia baginda SAW, Sayidina Abu Bakar as-Siddiq. Namun, kabilah Tamim ini bukanlah Bani Tamim, malah antara kedua-duanya memang tidak ada hubung kait.
Yang pertama disebut kabilah Tamim dan yang satu lagi Bani Tamim atau Bani Tamim. Kedua-duanya berbeda. Kabilah Tamim bertebaran di hampir seluruh Tanah Arab.
Perbedaan pandangan ini tidak menjadi persoalan yang terlalu besar atau sangat dipentingkan. Yang penting di sini ialah Putra Bani Tamim itu memang berasal dari keturunan Ahlul Bait juga atau diakui oleh Rasulullah SAW sebagai ahlul bait.
3. Dia memakai serban biru.
Ketika itu, hanya dia yang memakai serban berwarna biru di dunia ini. Mungkin serban biru itu tidak selalu dipakainya, cuma sekali-sekali saja. Namun begitu, ini sudah cukup menjadi bukti bahwa hanya beliau yang sanggup memakai serban biru. Ulama lain ketika itu, terutama ulama fiqh, sudah tidak sanggup lagi meletakkan serban di atas kepala sebagai pakaian harian, apalagi untuk memakai serban yang berwarna biru atau hijau.
Pernyataan ini bukan datang dari hadis Nabi SAW atau dari tabiin, tetapi datang dari ramalan Nostradamus, seorang peramal bangsa Perancis yang terkenal itu. Oleh itu, ramalan beliau ini boleh dijadikan sebagai sumber tambahan saja, bukan untuk dipercayai, apalagi untuk diyakini, walaupun mungkin benar.
Pernyataan dari Nostradamus tentang pemakaian serban berwarna biru ketika zahirnya Putra Bani Tamim ini berkaitan dengan mendapat kekuasaan di dunia sebelah Timur. Maknanya, serban warna biru itu dipakainya ketika beliau mula-mula mendapat kuasa di negeri sebelah timur dan mula-mula mendapat baiah dari sekalian manusia. Mungkin begitulah yang dimaksudkan serban biru oleh Nostradamus.
4. Dia senantiasa memakai celak mata.
Celak adalah amalan sunat. Setiap orang Islam baik lelaki atau perempuan disunatkan memakai celak mata. Ada hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa bercelak itu sunat hukumnya.
Para sahabat dahulu suka bercelak, karena mengikut amalan Nabi SAW. Para ulama dahulu (salaf dan khalaf) yang salihin adalah golongan yang suka memakai celak. Mereka memandang perbuatan memakai celak itu sebagai suatu sunnah yang penting dan besar, terutama dalam mendekatkan diri kepada Khaliq.
Para ulama dan cerdik pandai hari ini sudah tidak mau memakai celak walaupun tahu hukum memakai celak adalah sunat. Terdapat hadis dhaif yang menyebutkan bahwa para malaikat juga bercelak. Wallahu 'alam.
Terdapat juga hadis (walaupun kebanyakannya adalah hadis dhaif) yang menyatakan kelebihan bercelak. Di antaranya ialah dapat mencerahkan pandangan mata, mengelakkan terkena penyakit mata, menambah seri muka dan banyak lagi.
Para wali Allah memang diketahui umum oleh umat pada zaman dahulu sebagai golongan yang istiqamah memakai celak.
Beliau memakai celak ketika para ulama lain sudah tidak mau lagi memakai celak, ketika umat Islam sudah tidak tahu hukum memakai celak, ketika umat Islam sudah tidak tahu lagi cara untuk mengenakan celak ke mata mereka dan ketika para pemimpin menganggap celak sebagai suatu yang rendah dan memalukan jika dipakai. Ada juga pemimpin dan ulama hari ini yang menyatakan celak sebenarnya bukan dari amalan Islam.
Itulah perbedaan antara beliau dengan para ulama dan umat sezaman.
5. Dia senantiasa memakai tongkat.
Yaitu sunnah Rasulullah SAW, para Khulafaur Rasyidin, para wali dan ulama muktabar zaman dahulu. Walaupun badannya masih segar dan dapat berjalan tanpa menggunakan tongkat, beliau memakainya sebagai suatu sunnah Nabi SAW yang perlu dijaga. Ketika itu, para ulama dan orang alim sudah tidak mau menggunakan tongkat sebagai alat untuk membantunya berjalan. Para pemimpin di seluruh dunia juga sudah tidak ada yang memakai tongkat.
Pada hari ini, perbuatan memakai tongkat sudah ditinggalkan. Malah orang yang lebih tua juga tidak mau memakai tongkat. Pada anggapan orang banyak, memakai tongkat adalah suatu kekurangan dan penghinaan, di samping tongkat merupakan sesuatu yang melemahkan jiwa dan pikiran.
Jika dilihat pada hukum Islam, memakai tongkat adalah disunatkan kepada orang yang berumur 40 tahun ke atas. Orang yang berusia 40 tahun atau lebih, jika tidak memakai tongkat akan dikatakan sebagai orang yang sombong kepada Allah. Demikian maksud sebuah hadis qudsi.
Sebab itu, pada zaman Nabi SAW, sahabat dan setelah itu, mereka memakai tongkat sebagai suatu sunnah yang tidak dipersoalkan. Setiap orang yang mencapai usia 40 tahun, perkara pertama yang dilakukannya ialah memakai tongkat.
Perlu pula diketahui, para wali Allah itu senantiasa memakai tongkat ke mana pun mereka pergi. Tongkat itu kegunaannya bagi mereka, hanyalah sebagai suatu simbolik saja dan tidak mempunyai banyak keistimewaan lain. Mereka memakainya sebagai suatu sunnah yang perlu diikuti dengan hati yang ikhlas.
Orang yang mengamalkan sunnah Nabi SAW walaupun kecil, akan diberi pahala oleh Allah. Apalagi jika dibuat dengan hati yang ikhla
0 comments:
Post a Comment