Kota Madinah Gempar
Wednesday, April 6, 2011
Kota Madinah menjadi gempar dengan berita pengangkatannya, sebab kehidupan Umar bin Abdul Aziz sudah sangat masyhur dikalangan masyarakat, bahkan di seluruh penjuru negeri Islam. Kegemparan ini dimaklumi, sebab selain Umar sebagai pribadi yang istimewa, Umar menggantikan tokoh Hisyam bin Ismail, yang terkenal dengan kelaliman dan kekerasannya, hingga banyak menimbulkan kekacauan dan ketidak senangan masyarakatnya.
Pemimpin baru ini mengawali pemerintahannya dengan langkah-langkah yang sama sekali berbeda dengan penguasa-penguasa sebelumnya. Apabila penguasa sebelumnya selalu dikelilingi para pembantu yang terdiri dari orang-orang jahat, para penjilat dan pengambil muka, yang kemudian terkenallah sebuah pameo, “Uang yang laku itu adalah uang yang palsu”. Tiba-tiba datanglah seorang pemimpin yang shaleh dan penuh dengan berkah, serta memberkahi kehidupan.
Mengawali pemerintahannya Umar bin Abdul Aziz dengan mengumumkan, bahwa ia melakukan pembaharuan dan perbaikan yang berkaitan berbagai aspek bidang kehidupan. Tidak dibenarkan selain yang benar, yang baik itu bukanlah yang buruk, kebenaran itu bukanlah kebohongan, adil itu bukan kesewang-wenangan, ujar Umar. “Inilah yang menjadi undang-undang dan system pemerintahanku”, tambah Umar.
Ketika itu, saat Umar menerima amanah memegang kekuasaan, sebagai pemimpin negara, maka dipilihlah sepuluh orang ulama yang shaleh dan terkemuka di Madinah, sebagai anggota majelis penasehatnya. Mereka adalah Ubaidallah bin Uthbah, Abu Bakar bin Salamah bin Abdurrahman, ‘Urwah bin ‘Uthbah, Abu Bakar bin Khaitsamah, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Sulaiman bin Yasar, Khariyah bin Ziad bin Tsabit, Qasim bin Muhammad bin Hazm, Salim bin Abdullah, dan Abdulah bin ‘Amir bin Rabi’aih. Itulah sepuluh ulama terkemuka, yang mendampingi Umar bin Abdul Aziz dalam mengelola negara.
Pada pertemuan majelis yang pertama, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan pesan kepada mereka sebagai berikut :
“Saya ajak tuan-tuan berkumpul dalam majelis ini untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dijanjikan beroleh pahala dari Nya. Tuan-tuan akan menjadi pembantu saya dalam menegakkan kebenaran. Atas nama Allah, saya mengharap kepada tuan-tuan, seandainya tuan-tuan melihat tindakan saya nanti bertentangan dengan aturan dan hukukm Allah, ingatkanlah saya dan tunjukkan saya jalan yang benar”, ungkap Umar.
Dalam catatan sejarah yang ada, Umar berhasil menjadikan daerah yang dipimpinnya wilayah yang teladan dalam segala hal. Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz dipercaya memimpin seluruh wilayah Hejaz, seperti Makkah, Madihan, dan Thaif dan sekitarnya. Pengalaman ini menjadi perjalanan kehidupannya, yang kelak Umar bin Abdul Aziz akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar.
Putera Abdul Aziz ini selalu mengawasi setiap etika, norma hukum, dan pelaksanaan nilai-nilai Islam, khususnya dalam kehidupan masyarakat, sehingga kepemimpinannya bagaikan taman yang hijau, subur dan indah ditengah-tengah kobaran api kedurhakaan. Ia memimpin umatnya dan membangun kebesarannya, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan budi, sikap, kerendahan hati terhadap sesama manusia, yang disertai dengan keadilan, kebijaksanaan serta kasih sayang, tanpa memilih-milih. Seorang ulama ahli hadhist besar dan terkemuka, Said bin Musaiyib, berkali-kali datang ke balai pemerintahan guna menamui Umar. Padahal, sebelumnya Umar selalu menolak menemui seorang umara’, atau amir.
Sampai, Umar menerima tugas yang lebih besar lagi, diangkat menjadi pemimpin (khalifah), yang memiliki tanggungjawab yang lebih besar lagi. Isterinya, Fatimah binti Abdul Malik, mengisahkan suatu peristiwa yang dialaminya, yaitu, “Suatu hari aku masuk ke kamarnya, dan kulihat ia sedang duduk diatas tikar shalatnya. Pipinya ditempelkan diatas tangannya, dan airmatanya mengalir tanpa henti …
Lalu, Fatimah bertanya, “Mengapa engkau menangis seperti ini?”, tanya Fatimah. “Oh .. malangnya Fatimah, aku diberi tugas mengurus seperti ini… Yang menjadi buah pikiranku adalah nasib si miskin yang kelaparan, orang yang merintih kesakitan, orang yang terasing di negeri ini, orang-orang tua renta, janda yang sendirian, orang-orang yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dengan pengasilan yang sangat kecil, dan orang-orang yang senasib dengan mereka di ujung seluruh pelosok negeri, baik di timur maupun barat, di utara maupun selatan.
“Wahai isteriku, aku tahu, Allah Azza Wa Jalla akan meminta pertanggungjawaban kepadaku di hari kiamat kelak, sedangkan pembela mereka adalah Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam”, keluh Umar.
Itulah sekelumit kisah orang yang paling masyhur, diantara generasi shalafus shaleh. Dapatkah kita mengambil ibroh (pelajaran) dari peristiwa kehidupan di masa lalu itu, bagi kehidupan politik dan para politisi di masa kini, khususnya bagi menjejaki kehidupan mendatang.
0 comments:
Post a Comment